Am I Introvert?

Posted by Tony , Minggu, 01 Mei 2011 01.44

Kira-kira 2 minggu yang lalu, saya dan teman-teman saya sedang asik ngobrol di kantin “Bonbin” (kantinnya anak humaniora UGM). Karena alasan tertentu, saya menanggapi sikap temen saya, sebut aja namanya Amin, “Min, kamu cari temen dong makanya. Jangan cuma ngendon di kosan doang. Keliatan kayak ga punya temen aja sih.” Tapi, gimana respon si Amin? Dia bilang, “Ton, gini ya ton ya. Jujur gua (dia orang Jakarta) sakit ati lo bilang gitu. Tapi ga apa-apa gua bisa ngertiin itu. Mungkin ada yang lo belum ngerti tentang diri gua yang introvert ini.” Setelah itu dia memberi argumen yang menurutku itu cukup kuat dan cukup membuat saya terdiam seketika.

            Mungkin semua sudah tahu, orang Indonesia menerjemahkan introvert itu sebagai sifat tertutup. Teman saya, berdasarkan artikel yang dia baca, mengingatkan saya agar membedakan antara introvert karena MALU dan introvert karena emang bener-bener introvert (bawaan sejak lahir mungkin yang dia maksud). Introvert karena malu itu adalah level terendah, pecundang, seperti yang dia bilang. Jadi, ga perlu dibahas. Kalau yang bener-bener introvert, mereka dibilang penyendiri bukan karena malu. Lalu kenapa? Mereka cenderung menghabiskan “energinya” ketika mereka bersosialisasi dengan orang lain, tidak seperti orang extrovert yang justru mendapatkan “energi” ketika mereka bersosialisasi. Ketika energi si introvert habis, maka mereka membutuhkan waktu buat sendiri untuk men-charge “energi” mereka. Bahkan mereka membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk men-charge dibandingkan waktu menghabiskannya . Namun, saya kurang mampu memahami ini karena konsep di atas kadang-kadang saja terjadi sama saya, tidak setiap saat seperti itu. Mungkin saya butuh pemahaman yang lebih mengenai hal ini.

            Teman saya juga bilang, orang-orang introvert sangat bisa mengekspresikan dirinya ketika dia sedang sendiri dibandingkan ketika di depan umum. Sesaat saya langsung berpikir. Maaaann… kadang saya juga merasakan yang seperti ini. Saat sendiri, saya bisa saja menjadi gila, atau senyum-senyum sendiri ketika sedang bahagia, bahkan lypsinc seekspresif seperti Briptu Norman pun sering terjadi ketika saya begitu menikmati sebuah lagu. Mungkin selama ini properti di kamar saya sudah memahami siapa diri saya yang sebenarnya, karena mereka menjadi saksi bisu ketika saya asik sendiri. Sering kali saya berpikir kalau saya ini memang orang introvert. Dan saya malu mengakuinya, saya merasa bersalah memiliki sifat seperti itu, dan saya berusaha menjadi orang-orang yang mendapatkan label sebagai orang-orang yang extrovert.



            Saya mencoba mencari informasi di internet, ya pasti taulah caranya gimana. Siapa lagi kalau bukan lewat om Google. Akhirnya saya mendapatkan beberapa jawaban. Oke, menurut Nancy Ancowitz, seorang pelatih komunikasi bisnis di New York, orang-orang yang introvert cenderung  memiliki kelebihan menjadi pendengar dan penulis yang baik, memiliki kemampuan dalam melakukan penelitian dan analisis, terfokus dan kuat dalam berpikir, problem solver yang baik, dan cenderung untuk membangun kuat hubungan satu-lawan-satu. Blaarrr… I got it! Inilah saya. Walaupun sampai saat saya belum menyadari sebagai problem solver yang baik, tapi menurut saya kecenderungan itu uda cukup buat mewakili diri saya. So, am I introvert? So far, yes.. Saya coba mencari berbagai informasi yang lain dan menemukan hasil yang hampir sama. Lalu saya mendapatkan sebuah formulir self assesment untuk mengukur (saya ga tau ini alat ukur yang valid apa tidak) apakah kita introvert atau ekstrovert yang berisi dengan berbagai pertanyaan dengan pilihan jawaban benar salah. Saya coba jawab itu satu per satu. Finally, menurut pengukuran itu, saya memang orang introvert. Cukup dengan memahami bagaimana introvert itu, tanpa menggunakan self assesment itu, saya juga sudah bisa menilai diri saya sebagai orang introvert. Dan satu lagi yang terpenting, saya tetaplah manusia, jadi saya tetap membutuhkan sosialisasi dan butuh teman. Saya tetap membutuhkan perhatian dan saya membutuhkan orang untuk diperhatikan. Hanya saja, saya melakukan dengan cara yang berbeda dengan orang extrovert. Saya juga tidak tak merasa nyaman untuk bersosialisasi dengan orang extrovert. Kita memiliki kelebihan, kekurangan, dan keunikan masing-masing, dan akan menjadi sangat indah ketika bisa saling memahami dan melengkapi. So, kita ga perlu takut mengakui diri kita kalau kita introvert, introvert bukan sifat yang terjustifikasi salah!

            Sebagai orang introvert, saya tidak malu lagi mengakuinya, saya tidak merasa bersalah lagi. Introvert-extrovert, tidak ada yang lebih baik, tidak ada lebih buruk, tetapi hanya berbeda saja. Kenapa ada orang yang malu mengakui? Mungkin karena jumlah extrovert lebih banyak (bahkan sampai 3 kali) daripada si introvert. Dan saya yakin, di antara orang-orang extrovert itu ada yang “palsu”, yaitu orang-orang yang dengan terpaksa menjadikan dirinya yang introvert sebagai si extrovert. Terpalsukan dan terbohongi sekali orang-orang semacam ini.

            Ada pelajaran dibalik ini semua. Sebagai manusia, kita tercipta berbeda dengan orang lain, dengan orang-orang di sekitar kita. Sebaiknya kita memahami dengan jelas dan baik apa yang kita miliki dan tidak kita miliki, lalu membandingkannya dengan orang lain (membandingkan dalam artian positif ya). Kemudian, kita manfaatkan potensi besar di dalam diri kita, dan jangan berusaha menjadi apa yang dimiliki orang lain, tanpa memahami diri kita terlebih dahulu. Jadi, be yourself aja deh (jujur saya bosan sekali menyebut kalimat yang sering disebutkan banyak orang ini, tapi paling tidak itu benar sekali kok). Dan satu lagi, sebaiknya kita mengikuti petuah-petuah berharga yang memberikan nasihat agar kita bisa mengenali diri kita sendiri dan memanfaatkannya dengan optimal.

0 Response to "Am I Introvert?"