Lelaki Tua dan Ketulusan Senyumnya

Posted by Tony , Sabtu, 04 Juni 2011 01.34

Kemarin pagi (4/6/2011), saya mengalami hal yang mengerikan yang tak pernah saya sangka sebelumnya. Saya mengalami kecelakaan yang akibatnya memang tidak bisa dibilang ringan. Dan semua ini benar-benar membuatku panik dan benar-benar merasa dalam masalah besar. Namun, di balik itu semua, ada sebuah pelajaran besar yang sangat luar biasa yang saya dapatkan dari orang yang sudah tua yang walaupun tubuhnya sudah mulai melemah, namun jiwanya masih sangat kuat. Lelaki tua yang sangat tulus memberikan senyuman, bagaimanapun keadaan dia.

Awalnya, sekitar pukul 8-an pagi, saya berangkat dari rumah mau ke Jogja. Waktu itu, jalanan tidak begitu ramai, saya mengendarai pada kecepatan yang menurut saya biasa saja, saya sedang merasa tidak terburu-buru. Namun mungkin bagi sebagian orang bilang kalau saya mengendarai dengan kencang.

DI tengah perjalanan, tiba-tiba saya kaget. Dari pinggir jalan, nampak orang yang cukup tua menyeberang jalan dengan mendadak, padahal saya sedang tidak berjalan dengan pelan waktu itu. Saya coba membunyikan klakson, dengan harapan agar dia segera berhenti atau segera memperhatikanku karena waktu itu dia menyeberang tidak sambil menoleh ke arahku. Namun, dia sama sekali tidak menggubris peringatan itu dan saya pun juga tak sempat menghentikan laju motor saya. Saya juga tidak begitu gesit menghindarinya.

Dan hal yang tidak saya inginkan pun terjadi, kecelakaan. Motorku menyerempet tubuh orang tua yang sudah lemah itu. Dan saya pun terseret beberapa meter. Begitu saya berhenti terseret, dengan sekuat tenaga saya langsung berusaha berdiri dan berlari ke arah orang tua itu, tidak peduli dengan rasa sakit yang saya rasakan. Saya sadar bahwa saya telah menabrak orang tua dan saya harus bertanggungjawab, segera menolongnya. Tanpa pikir panjang saya langsung mengangkat orang tua itu seorang diri dan membawanya ke pinggir jalan ke tempat yang lebih teduh. Saya tak peduli lagi dengan motorku. Saya hanya memikirkan kondisi orang tua itu. Begitu saya perhatikan baik-baik wajah orang tua itu, saya mulai menyadari siapa beliau. Astaghfirullah. Ternyata beliau adalah tetangga saya sendiri waktu saya masih tinggal di rumah saya yang dulu. Saya begitu mengenal beliau dan saya benar-benar merasa sangat bersalah.

Kemudian saya mulai memeriksa sekujur tubuhnya, jikalau ada luka. Ketika saya mulai memeriksa kakinya, saya sangat terkejut. Rasanya saya pengen teriak sekeras mungkin. “Astaghfirullah, ya Allah. Astaghfirullah” Saya melihat tulang yang patah keluar dari daging seorang manusia, ditambah dengan warna darah yang mengucur. Suatu kejadian yang tak pernah saya lihat sebelumnya dan tak pernah saya ingin melihatnya. Sungguh, saya paling tidak tahan melihat hal-hal seperti itu. Ini sangat mengerikan, sangat-sangat mengerikan.

Saya langsung panik, cemas, saya bingung dan tak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya adalah pembawa celaka! Saya mencoba bersikap setenang mungkin. Lalu saya coba menghubungi keluarganya dan tetangganya berharap ada bantuan agar beliau bisa segera dilarikan ke rumah sakit.

Akhirnya, beliau bisa dilarikan ke rumah sakit dan segera ditangani dengan baik. Alhamdulillah. Paling tidak ini bisa membuatku lega sedikit. Tak lama kemudian, keluarga dan kerabat beliau datang. Dan dengan perasaan yang sangat bersalah, saya mencoba meminta maaf dan menjelaskan keadaan beliau sekarang. Jujur, saya sendiri terharu, keluarga beliau sangat sabar dan justru bilang, “Sudahlah mas tidak apa-apa. Tenang aja. Namanya juga musibah, siapa yang tahu.” Tapi tetap saja, saya benar-benar merasa bersalah. Setelah, beberapa lama saya ngobrol dengan kerabat dan keluarganya, saya baru bisa merasakan sedikit tenang. Paling tidak ini bisa membuatku berpikir dengan lebih jernih.

Beliau adalah orang yang paling ramah dan murah senyum yang pernah saya kenal. Bayangkan, beliau ini umurnya sekitar 70-an tahun. Namun, kalau beliau lewat di depan saya dan teman-teman saya dulu nongkrong, pasti beliau dulu yang melempar senyum dan beliau pun yang paling lama tersenyum. Jarang saya temui sikap orang tua yang seperti itu di depan anak muda, yang notabene bukan anak-anak muda yang alim atau bisa dibilang sedikit urakan. Saya sangat salut kepada beliau.

Apalagi seketika setelah terjadi kecelakaaan, beliau dengan tegarnya masih bisa melempar senyum ketika saya ajak ngobrol. Senyumannya masih belum berubah dari senyumannya yang dulu, sangat tulus dan ikhlas. Dan hal paling mengharukan adalah ketika dia bilang, “Sudahlah mas, saya tidak apa-apa kok. Tenang aja. Jangan dipikirin berat-berat lho, mas.” Dan senyuman beliau yang tulus pun tak lupa mengiringi kalimat beliau itu. Rasanya saya benar-benar tak berdaya mendengar beliau berbicara seperti itu, mengingat luka yang berat yang harus beliau derita. Belum lagi, apakah nanti beliau masih bisa beraktivitas seperti biasanya di hari-hari tuanya. Sungguh saya benar-benar tak rela jika hari tuanya terenggut karena kecelakaan ini.

Ketika melangkah keluar bangsal dan menyusuri lorong-lorong rumah sakit sendirian, saya hanya bisa terdiam dan terus berpikir. Inilah manusia, manusia tidak bisa dibilang kuat jika dilihat dari fisiknya yang merupakan pemberian Sang Pencipta. Namun, yang membuat manusia kuat adalah jiwanya, sekali lagi jiwanya. Dengan jiwa itu, tidak hanya memberikan kekuatan bagi dirinya sendiri. Namun, juga memberikan kekuatan bagi orang-orang yang disekitarnya. Inilah yang beliau tunjukkan dan berikan padsaya. Seberat apapun cobaan itu, beliau masih menunjukkan jiwanya yang sangat kuat dan sadar atau tidak sadar, hal itu juga membuatku semakin kuat menghadapi cobaan ini, menghadapi perasaan berasalah ini. Sangat sederhana, beliau menunjukkan kekuatan jiwanya hanya melalui senyuman dia yang tulus dan ikhlas, yang saya yakin pasti dia melemparkan senyuman tersebut setiap hari kepada orang lain. Inilah yang akan selalu saya ingat baik-baik, sebuah kekuatan jiwa yang menghasilkan keikhlasan dan ketulusan yang begitu besar. Senyuman yang senantiasa menyebarkan aura kekuatan yang sangat luar biasa. Saya juga berharap, semoga hal ini juga akan menguatkan hubungan tali silaturahmi antara saya dan keluarga saya dengan beliau dan keluarga beliau.

Terima kasih Bapak, anda sudah memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi saya pada hari itu. Buat Bapak dan sekeluarga, saya memohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga Bapak lekas sembuh dan bisa menjalani aktivitas sehari-hari seperti biasa. Dan semoga Tuhan memberikan kita kekuatan agar kita diberikan jiwa yang kuat dan tetap ikhlas menjalani kehidupan kita masing-masing.

Amin.

1 Response to "Lelaki Tua dan Ketulusan Senyumnya"

obat stroke Says:

ikut menyimak saja sob